Senin, 16 Agustus 2010

Dee's first fanfict. ^^Take Care of My Girlfriend^^ EPS02 part2

Kibum POV
Aku tidak bisa meninggalkan tanggung jawabku atas persiapan peryaan hari jadi sekolah. Tapi aku juga sependapat dengan Shin Neul. Sebaiknya setelah ini kukurangi saja kegiatan organisasiku di sekolah. Lagipula aku sudah cukup senior, biar semua diurusi junior-juniorku saja.
Hari ini aku harus pulang malam karena acara itu akan digelar besok lusa sementara panggung teater yang sekaligus menjadi panggung musikal yang didirikan di aula besar sekolah masih belum berdiri seratus persen. Walaupun sudah ada tim yang akan menyelesaikannya, sebagai ketua panitia aku tidak bisa lepas tangan begitu saja.
“Oppa pulang jam berapa sih?” rengek Shin Neul di sampingku.
“Kalau capek kau pulang duluan saja, Shin. Aku akan pulang malam hari ini. Kau tahu kan acaranya akan digelar besok lusa. Jadi besok semuanya harus selesai paling tidak sembilan puluh lima persen.”
“Pakai persen-persenan segala. Dia pikir sedang belajar matematika apa.” Aku tersenyum mendengarnya menggerutu pada dirinya sendiri. “tapi ini kan memang sudah malam, oppa. Kau mau lebih malam bagaimana lagi?”
“Kau perlu kutelfonkan Eunhyuk hyung untuk menjemputmu?”
“Mwo? Aku tadi sudah menolak untuk dijemput. Bagaimana mungkin sekarang aku memintanya untuk menjemputku. Aku akan menunggumu.” Shin Neul semakin sewot.
“Jangan memaksakan diri.”
“Seharusnya aku yang mengatakan itu. Oppa kan baru saja sembuh, jangan memaksakan diri!. Lihat! Mana panitia yang lain? Dari sekian puluh anak yang masih tinggal hanya sedikit sekali. Kerjasama macam apa ini? Mereka pasti sedang enak-enakkan tidur di rumah sementara sang ketua lembur.”
Kubiarkan Shin Neul mengoceh sendiri. Aku sudah cukup senang dia mau menemaniku walaupun terus menasihatiku ini-itu. Dia bahkan lebih cerewet dari umma kalau sedang menghawatirkanku. Dia ada di dekatku saja sudah menjadi obat buatku.
Shin Neul merebahkan tubuhnya lantai panggung tak peduli kotor. Menungguku yang sedari tadi mondar-mandir memasang peralatan-peralatan pentas.
“Ki, lihat chagiyamu itu.” Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku. Onew hyung ternyata berdiri di belakangku. Sebenarnya di sekolah kita satu tingkat, tapi dalam keluarga dia termasuk kakak sepupuku. Jadi aku memanggilnya hyung. Oneew hyung termasuk salah satu panitia dalam acara perayaan ulang tahun sekolah.
“Hey. Hyung.” Kataku.
“Kau pulang saja. Biar aku dan anak-anak lain yang akan meneruskan semua ini. Kasihan Shin Neul menunggumu seperti itu.”
“Ah, tak apa, hyung. Dia yang memaksa menemaniku. Lagipula aku tidak akan bisa tenang di rumah sebelum tahu semua sudah beres.” Tolakku.
“Sudahlah. Sudah banyak yang kau lakukan. Kau sudah lembur setiap hari. Ini kan hanya tinggal pekerjaan akhir saja. Percayakan pada kami.”
“Tak apa, hyung. Kita selesaikan ini bersama, oke.”
“Terserahlah kalau kau memaksa.” Kata onew hyung menyerah. “ngomong-ngomong kau beruntung sekali bisa mendapatkan Shin Neul. Anak-anak lain saja hanya bisa berhayal menjadi Chagiyanya.”
“Ah, hyung kau bisa saja. Itu sangat berlebihan. Shin Neul tidak berbeda dengan yeoja yang lain. Kau berkata seakan chagiyaku itu seorang superstar saja.” Kataku. Kaget juga mendengar pandangan orang lain tentang hubunganku dengan Shin Neul. “Hyung, siapa yang memasang lampu panggung itu? Apa itu sudah benar-benar kuat?” tanyaku mengalihkan perhatian sambil memandang lampu panggung besar-besar yang terpasang tepat di atas Shin Neul.
“Aku tidak tahu. Sudah terpasang begitu ketika aku sampai tadi.”
Aku melihat Shin Neul yang kembali duduk sambil memainkan hanphoneku. Kasihan juga sebenarnya melihatnya menungguku sampai malam bigini. Tapi toh aku juga tidak menyuruhnya. Mungkin Onew hyung benar, aku juga merasa sangat beruntung memiliki kesempatan menjadi orang spesial untuk Shin Neul.
“Oppa. Telfon. Aku angkat ya?” teriak Shin dari tempatnya.
“Dari siapa?”
“Yeoboseo.” Shin sudah mengangkat telfon itu sebelum menjawab pertanyaanku. “Ajumma… iya, Kibum oppa ada di sini… mwo? Ah, tidak apa-apa. Semua baik-baik saja.” Sepertinya Shin sedang berbicara dengan umma. “Sudah, tadi bersama anak-anak lain juga… iya, ajumma. Kibum itu memang bandel sekali. Aku sudah menyuruhnya pulang sejak tadi tapi dia tidak mau.” Shin mengulurkan lidahnya meledekku. Senang sekali dia bisa mengadukanku pada umma. Aku menghampirinya.
“Apa yang dikatakan umma?” tanyaku tapi tidak dihiraukannya. Aku berjalan menghampirinya dan berjongkok di dekatnya.
“Mwo?? Ah, jangan khawatir, ajumma. Dia baik-baik saja… iya…iya… baik ajumma… annyeong.” Shin menutup telfonnya. “Dasar anak mama…” ledeknya sambil menyenggolku.
“Umma bilang apa?” tanyaku.
“Shin, Kibum di mana? Dia tidak apa-apa kan? Apa dia sudah makan malam? Katakan padanya untuk langsung pulang ya… blablablabla…..” oceh Shin menirukan umma. “Hah… omo… ajumma itu paranoid sekali. Seakan-akan kau ini anak TK yang masih harus selalu dipantau keadaanya.”
Aku tersenyum mendengar ocehannya. Dia tidak sadar kalu sebenarnya sifatnya dengan umma itu sangat mirip.
Aku masih setia mendengar Shin Neul bercuap-cuap ketika sesuatu tiba-tiba menyerangku.
“Oppa? Kau kenapa?” tanya Shin Neul. Pasti ekspresi wajahku sudah berubah.
Aku spontan berdiri dan langsung berlari.
“Oppa!!” teriak Shin Neul di belakang. Tapi aku tidak menghiraukannya
₪₪₪₪₪₪₪

Tidak ada komentar:

Posting Komentar