Senin, 16 Agustus 2010

Dee's first fanfict. ^^Take Care of My Girlfriend^^ EPS02 part1

Shin Neul POV
Aku berputar-putar mengelilingi setiap sudut sekolah yang biasanya menjadi tempat nongkrong Kibum oppa. Seharian ini belum kulihat penampakannya. Hanphonenya tidak aktif. Belum pernah dia membuatku kelimpungan seperti ini.
“Cari di kelasnya, Shin. Dari tadi kau berputar-putar mengelilingi sekolah tapi sama sekali tidak menoleh ke kelasnya.” Gerutu Hyun Na yang sedari tadi kuajak berputar-putar.
“Tapi kan kalau istirahat dia tidak pernah tinggal di kelas, Hyun. Aku hafal sekali sifatnya Kibum itu.”
“Ya siapa tahu hari ini dia sedang malas keluar. Kau ini aneh, di mana-mana mencari orang itu pasti ke kelasnya dulu, baru kalau tidak ada cari di tempat lain.”
Aku tidak begitu mendengarkan ocehan Hyun Na. Aku langsung beranjak menuju kelas Kibum oppa─ dia satu tingkat di atasku, statusnya seniorku di sekolah. Tapi aku tetap tidak melihatnya.
“Shin.” seseorang memanggilku. Minho, teman satu kelas Kibum oppa. “Mau apa kau kemari?”
“Eh. Sunbae, aku mencari Kibum oppa.” kataku jujur.
“Kibum hari ini kan tidak masuk. Bagaimana mungkin kau tidak mengetahuinya?”
“Jinja?” tanyaku kaget. “Kenapa?”
“Tidak tahu. Handphonenya tidak aktif ketika tadi kucoba hubungi. Mungkin dia sudah meminta izin langsung pada wali kelas. Dia benar-benar tidak memberitahumu?”
Aku menggeleng.
“Anak itu. Bagaimana bisa dia membuat chagiyanya kebingungan seperti ini.”
“Yasudah, Sunbae. Nanti akan kucoba menghubunginya lagi. Khamsa hamnida.”
Oppa betul-betul membuatku khawatir kali ini. Aku khawatir sampai lupa kalau minho sunbae adalah namja yang selama ini diincar Hyun Na. Apa yang dirasakan anak itu ketika bertemu dengannya ya?
₪₪₪₪₪₪₪

Aku sudah berada di depan pintu kamar Kibum oppa. Rasanya jantungku tadi mau melompat keluar dari rongga dadaku ketika umma Kibum oppa memberitahuku kalau oppa sedang sakit. Jadi tadi malam dia benar-benar sedang tidak sehat. Dan aku tidak begitu memperhatikannya.
Kubuka pintunya perlahan.
“Kibum…Oppa.” suaraku tertahan karena khawatir. Kulongokkan kepalaku melihat ke dalam ruangan kamarnya yang luas.
“Shin?” aku mendengar suaranya lirih, tapi ranjangnya kosong.
Aku masuk beberapa langkah tapi tidak ada siapa-siapa. Kubalikkan badanku dan mendapatinya berdiri di pintu membuatku sedikit berjingkat kaget.
“Oppa!” aku setengah berteriak.
“Sudah lama kau di sini?” tanyanya.
“Kau baik-baik saja?” tanyaku khawatir tanpa menghiraukan pertanyaannya. Aku langsung menghampirinya dan meraih tangannya tanpa sadar.
“Aku tidak apa-apa, Shin. Kau tidak perlu menghawatirkanku seperti itu.”
Aku mungkin memang tidak sadar kalau tampangku sudah seperti istri yang akan melepas suaminya ke medan perang. Sampai-sampai Kibum oppa sendiri terlihat menghawatirkanku.
Tapi rasa khawatirku sekarang mulai berganti amarah.
“Kenapa tidak memberitahuku? Apa separah itu sampai kau tidak sanggup menelfonku?” sindirku.
“Aku baik-baik saja, Shin.”
“Apapun keadaannya seharusnya kau tetap memberitahuku tentang kedaanmu, Oppa. Kau anggap aku apa?” nadaku terdengar mengatur, tapi aku sudah tidak sempat memikirkannya.
Kibum oppa menarikku masuk dan menunjuk meja di samping televisi besar yang masih menyala, sepertinya dia tadi sedang bermain game. Di situ ada handphonenya yang tersambung dengan charger.
“Kau tidak perlu mematikannya walaupun sedang men-charge kan.” Kataku ketus.
“Tapi tadi baterainya benar-benar kosong, onna. Jadi mati sendiri.”
“Kenapa kau ceroboh sekali membiarkan baterai sampai kosong? Lagipula kan ada telefon rumah. Minho sunbae juga sangat menghawatirkanmu tahu. Sebaiknya kau menelfonnya.”
“Aku akan menghubunginya nanti.”
Aku lelah sekali. Kalau bukan karena Kibum oppa, sekarang pasti aku sudah terlelap di kamarku. Kasur air kibum oppa rasanya memanggil-manggilku untuk memanfaatkannya.
Kujatuhkan tubuhku di atas kasur empuk itu.
“Sebenarnya kau sakit apa. Oppa?” tanyaku, “aku tidak mau kau menjawab ‘aku tidak apa-apa’ lagi.”
“Aku hanya kecapekan, Shin. Jangan khawatir.”
“Ajumma bilang tadi kau harus ke rumah sakit segala.”
“Kau tahu kan kalau akhir-akhir ini aku sangat sibuk dengan kegiatan sekolah. Aku sampai tidak ada waktu untuk mengurusi diriku sendiri. Bahkan terkadang juga melupakanmu. Lambungku terluka karena sering telat makan. Apalagi yang ingin kau tanyakan?”
“Maksudmu kau sakit maag?”
“Yaah… semacam itulah.”
BABO!! Umpatku dalam hati. Aku sudah merasa sejak lama kalau selama ini Kibum oppa terlalu sibuk di sekolah. Apalagi sebentar lagi akan ada acara perayaan ulang tahun sekolah dan dia menjadi ketua panitianya. Sejak beberapa hari lalu para panitia sibuk menyiapkan panggung pertunjukan, entah pertunjukan apa yang sedang mereka persiapkan. Kelihatannya memang akan mewah. Tapi aku tidak peduli dengan semua itu. Yang kupedulikan adalah bahwa semua itu membuat anak-anak yang menjadi panitia selalu pulang lebih sore bahkan malam daripada anak-anak lain. Dan sering kali Kibum oppa menjadi yang paling akhir meninggalkan sekolah─setidaknya itu yang kudengar dari panitia lain.
“Bisakah kau berhenti saja mengurusi tetek bengek tidak penting itu dan memerhatikan kesehatanmu?” kataku.
“Apa yang kau maksud dengan ‘tetek bengek tidak penting’ itu?” tanya Kibum oppa sambil menjatuhkan badannya duduk di sampingku. “Tidak ada hal yang kuanggap tidak penting, Shin.”
“Tapi semua itu tidak lebih penting dari kesehatanmu kan. Dan kau telah membuat semua orang khawatir.” Nadaku ketus sekali.
“Begitu pentingnyakah Kibum ini sampai tidak masuk sekolah sehari saja membuat gempar seluruh warga sekolah?.”
Aku refleks memandangnya dengan tatapan “Wow. Percaya diri sekali namjachinguku ini.”
Kibum oppa tertawa lebar.
“Atau mungkin sebenarnya hanya kau yang khawatir tapi membuat gempar seluruh sekolah?” ledeknya.
Aku langsung bangun dan mengambil bantal di dekatku lalu memukulnya dengan bantal itu. Dia hanya tertawa lalu menerkam tanganku, membuatku tidak bisa berbuat apa-apa.
“Mianhae, kalau aku selalu membuatmu khawatir, onna. Aku memang tidak akan bisa setiap waktu menjagamu. Pasti ada saat di mana kau harus bisa berjalan sendiri tanpa menghiraukanku. Tapi aku akan selalu berusaha untukmu.”
Sebenarnya aku tidak suka kalau Kibum oppa mulai bersikap serius seperti ini.
“Sudahlah oppa. Aku selalu memaafkanmu.”
“Sebelum aku mengucapkan kata maaf itu?” sambarnya.
“Aku tidak mau mengatakannya. Kata-kata itu sudah terlalu pasaran.” Ocehku.
Dia mengacak rambutku sambil tertawa.

*Aku memang selalu memaafkanmu, oppa.
Tapi aku sempat marah ketika kau berkata bahwa aku harus bisa berjalan sendiri tanpa menghiraukanmu.
Dengarkan! “Itu mustahil!!”*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar